Perilaku Durhaka Orang Tua Terhadap Anak: Menelantarkan Nafkah Anak
Ada sebuah hadits yang artinya “Dari ‘Abdullah bin ‘Amr ra, ujarnya: Rasulullah saw bersabda: Seseorang telah cukup dikatakan berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Yang dimaksud menelantarkan nafkah anak ialah tidak memberi nafkah sama sekali atau memberi nafkah jauh di bawah kecukupan yang layak sesuai dengan kemampuan orang tuanya. Misalnya, orang tua sebenarnya mampu memberikan nafkah kepada anaknya Rp 1.500,00 sehari dan jumlah ini mencukupi kebutuhan gizi anak, tetapi ternyata orang tua hanya memberi Rp 500,00 saja, sehingga uang tersebut tidak layak sebagai nafkah.
Nafkah yang dibutuhkan anak meliputi pangan, sandang, dan papan. Artinya, anak harus mendapatkan makan sehari-hari, pakaian penutup badan, dan rumah tempat berlindung. Kadar masing-masingnya sesuai dengan kemampuan orang tuanya.
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa seorang kepala keluarga bertanggung jawab memberikan makan, pakaian, dan tempat tinggal bagi anggota keluarganya. Dalam pengertian syar’i, keluarga adalah anak dan istri. Karena itu, sesorang yang menelantarkan istrinya atau anaknya atau mereka semua, berarti telah berbuat durhaka terhadap mereka. Jika ternyata di rumahnya ada pembantu, maka pembantu ini termasuk dalam pengertian orang yang di bawah tanggungannya.
Dari tiga kebutuhan hidup sehari-hari yang meliputi pangan, sandang dan papan, maka yang terutama dipenuhi lebih dulu ialah pangan. Bilamana harta yang dimiliki orang tua untuk memberi nafkah untuk anak-anaknya cukup untuk pangan saja, maka pangan itulah yang harus diutamakan. Mengapa pangan yang harus diutamakan? Karena pangan merupakan pendukung kelangsungan hidup manusia. Manusia sanggup berpakaian compang-camping, tetapi manusia tak dapat bertahan hidup dalam kelaparan dan kehausan. Karena itulah, pangan ini menjadi prioritas utama.
Bila orang tua menelantarkan nafkah anak-anaknya sehingga mereka kekurangan gizi, apalagi tidak mengurus kebutuhan makan dan minumnya sama sekali, maka mereka telah berbuat dosa, baik kepada anak-anak itu sendiri maupun kepada Allah. Jadi, orang tua harus menyadari bahwa mereka bisa saja berbuat dosa kepada anak-anaknya, yang kelak akan mendapatkan siksa dari Allah karena telah menelantarkan nafkah mereka.
Orang tua, baik bapak maupun ibu, bertanggung jawab melindungi putra-putrinya dari ancaman kelaparan dan kehausan. Karena itu, orang tua wajib berdaya upaya semaksimal mungkin memberi makan dan minum putra-putrinya sejak hari pertama lahirnya sampai mencapai umur baligh, kecuali bagi anak putri, yaitu sampai ia bersuami.
Tanggung jawab memberi nafkah semacam ini tidak boleh dilalaikan oleh bapak dan ibu dalam keadaan apa pun dan di mana pun berada. Apabila bapak dan ibu melalaikan tanggung jawab memberi makan dan minum serta pakaian dan tempat berteduh untuk puta-putrinya, berarti orang tua tersebut telah mendhalimi hak-hak asasi anak-anak mereka.
Sumber: 20 Perilaku Durhaka Orang Tua Terhadap Anak
Oleh : Nur Rokhanah
Semoga bermanfaatp
Wassalam
Endang Gunawan, S.Pd.I